me and my beloved husband |
27 juli
2011
Jam
stengah 6 sore Suamiku baru pulang kantor. Aku amati dia..tampak gurat
kelelahan di wajahnya..ku cium tangannya dan dia balas mencium
keningku dengan sayang. Segera kusiapkan makanan dan minuman di meja
makan. Sambil bercengkrama kami menikmati makan malam sebelum sholat magrib. Hanya
kami berdua sebelum beberapa bulan lagi Insya Allah bayi kami lahir ke dunia.
Sejak
aku hamil aku terpaksa berhenti dari segala aktivitas termasuk dari
pekerjaanku. Kondisiku yang drop tidak memungkinkan untuk aku
melakukan bnyk aktivitas. Selama hampir kurang lebih tiga bulan aku hanya
terbaring di tempat tidur hanya sesekali beranjak untuk mengambil sesuatu atau
ke kamar mandi. Praktis segala pekerjaan rumah ayah yang melakukan di samping
harus merawatku. Meskipun begitu dia tak pernah mengeluh. Untunglah keadaan itu
tak berlangsung lama, menginjak usia kehamilan 4 bulan kondisiku berangsur-angsur membaik. Aku tak lagi mual dan muntah-muntah , sudah mulai berselera makan malah sudah kuat jalan-jalan di sekitar rumah & memasak untuk ayah. Sebelumnya mencium aroma masakan pun sudah tak tahan ingin muntah.
Kupandangi
suamiku itu seusai mandi. Baju koko & kain sarung dipakainya. Dia telah
siap untuk berangkat sohlat maghrib di masjid. Wajahnya tak berubah, masih
seperti 4 tahun lalu pertama kali aku mengenalnya... kalem, jelas sekali
kelembutan terpancar dari wajahnya.
Pulang dari
masjid, ayah biasa mengaji dan aku berbaring dengan kepala di pangkuannya supaya bayi kami juga bisa ikut mendengar lantunan ayat suci yang di bacakan ayahnya. Kini usia
kehamilanku menginjak 7 bulan. Dari beberapa kali USG dokter menyatakan bahwa
bayi kami laki-laki. Ayah gembira sekali. Dia sibuk mencari nama yang cocok. Meski
masih di dalam perut, ayah kerap kali mengajak si kecil berbicara & bercanda
sembari mengusap-usap perutku..Ia terlihat tak sabar menanti bayinya lahir ke dunia.
” Nah, mendingan pijetin ayah dek, ayah capek banget hari ini.”katanya seraya meletakan al qu'ran di rak dekat televisi.
Hmmm...
emang manja benerlah bapak yang satu ini. Maklum dia anak bungsu dalam
keluarganya. Tak jarang dia juga bersikap manja kepadaku. Tapi meski begitu aku
selalu berusaha menuruti apapun keinginannya. Aku ingin jadi istri yang
terbaik untuknya. Aku ingin mendapat imbalan syurga dengan mengabdi padanya. Aamin
Terkadang ada saja ulahnya yang membuatku jengkel. Tapi bagiku tidak menjadi isteri
seorang yang shalih & penyayang seperti dia adalah suatu kerugian. Makanya apapun ulahnya yang menjengkelkan aku selalu berusaha tetap tersenyum.
Sebenarnya
suamiku berasal dari keluarga yang cukup berada. Tapi semenjak lulus kuliah, dia
memutuskan untuk hidup mandiri & jauh dari orang tua. Berbekal ijazah sarjana tekhnik ia merantau sampai akhirnya kami
bertemu 4 tahun lalu dan mulai merenda kasih. Perjalanan kami yang cukup panjang
membuat aku sangat mengenal karakternya, membuat aku sangat yakin untuk
menikah dengannya. Dia lelaki yang hebat..sabar & penyayang. Di samping itu dia
juga punya otak yang cemerlang. Aku bisa bertanya tentang apa saja kepadanya. Tak
jarang dia juga yang menyelesaikan tugas-tugas kuliahku..
Walaupun tak semulus jalan tol, akhirnya kami berhasil mengukuhkan hubungan kami dalam suatu ikatan perkawinan awal tahun ini.
Walaupun tak semulus jalan tol, akhirnya kami berhasil mengukuhkan hubungan kami dalam suatu ikatan perkawinan awal tahun ini.
Sejak
awal dia telah mengatakan segala kemungkinan hidup kami nanti. Dan aku telah
menyatakan kesiapanku... insya Allah, aku sanggup menghadapi apapun...
bersamanya...
Dulu
yang kupinta pada Allah adalah hanya seorang suami seperti ayah, yang sholih,
yang mau usaha, yang optimis, dan tawakal. Jadi di manapun kami tinggal, seperti
apapun keadaanya, sekurang apapun fasilitasnya, asalkan ada ayah... hidupku
sudah lengkap. Kebahagiaanku adalah bisa melihat ayah dalam keadaan
sehat..itulah yang tak ternilai harganya
No comments:
Post a Comment